Minggu, 06 Juli 2014

Tugas Konservasi Arsitektur (Museum Bahari)

BAB III
GAMBARAN KAWASAN


Lokasi Museum Bahari dilihat dari peta
Museum Bahari terletak di Jl. Pasar Ikan. Museum ini berbatasan dengan :
Sebelah utara : Rumah warga
Sebelah timur : Rumah warga dan warung perniagaan
Sebelah selatan : Pasar dan Menara Syahbandar
Sebelah barat : Teluk Jakarta

Terlihat dengan jelas bahwa museum ini di kelilingi oleh rumah warga karena letak dari museum ini yang menjorok ke dalam. Area terbuka sangat kurang pada kawasan ini sehingga membuat suhu menjadi panas karena didukung juga oleh jalan raya yang tidak jauh dari lokasi bangunan. 

Unit bangunan pada Museum Bahari
Museum Bahari memiliki luas tanah sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini terdiri dari 4 unit bangunan, bangunan 1 sebagai museum, lobby, toilet dan musholla, bangunan 2 sebagai museum, bangunan 3 sebagai museum, dan bangunan 4 sebagai kantor dan hall.

Museum Bahari menyimpan 126 koleksi benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam.

Museum Bahari juga menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia - Amsterdam.

Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah. Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
a.       Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
      Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.
b.      Ruang Teknologi Menangkap Ikan
            Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
c.       Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional.
      Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
d.      Ruang Biota Laut.
      Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, 
      dan dugong.
e.       Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia).
      Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan 
      kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk 
      meriam, keramik, dan benteng.
f.       Ruang Navigasi.
           Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu 
           navigasi.
g.     Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa.
     Koleksi yang dipamerkan : foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal 
     uap pertama dari Eropa ke Asia.

Langgam

Museum Bahari menggunakan ciri khas bangunan kolonial Belanda, gaya The Empire Style (khas Eropa) merupakan gaya yang dipakai pada masa itu untuk menunjukan eksistensinya di daerah kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim di Indonesia berbeda dengan iklim di Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini ditambahkan atap pelana. Penambahan atap ini akhirnya membuat suatu gaya arsitek baru yang dikenal dengan gaya Hindi Belanda.

Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Di Indonesia gayanya menghasilkan gaya baru yang disebut gaya Hindia Belanda (Indonesia) artinya bergaya kolonial namun disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132). 

Ciri-cirinya antara lain denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya : terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133). 

Gaya ini dapat pula ditemukan pada Museum Bahari, berikut ulasannya :
a)      Atap
Atap pelana merupakan gaya arsitektural yang cocok untuk bangunan beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Sehingga gaya arsitek tropis pada atap pelana dipakai sebagai struktur atap bangunan kawasan ini. Pada atap juga terdapat bagian yang tercoak (seperti terpotong) dan membentuk suatu atap baru yang agak menjorok, atap ini mencerminkan gaya bangunan koloni.
Atap bangunan yang berbentuk pelana dan pada bagian
tertentu terdapat sisi yang mencoak
b)      Pintu
Pintu yang digunakan berbentuk 'dome' dan terbuat dari kayu jati dan kusennya terbuat dari batu. Elemen lengkung 'arch' sangat menonjolkan bangunan khas Eropa pada saat itu. Hampir seluruh pintu yang terdapat pada museum ini berbentuk 'dome'.
Pintu yang berbentuk 'dome'
c)      Jendela
Daun jendela terbuat dari kayu jati dan pegangannya terbuat dari besi. Terdapat juga teralis yang terbuat dari kayu. Jumlah dan letak jendela yang berirama statis dan pendek-pendek mencerminkan gaya Eropa klasik.
Jumlah dan letak jendela pada Museum Bahari yang statis
dan pendek-pendek
d)     Dinding
Dinding pada Museum Bahari memiliki hingga 20 cm. seluruh warna pada dinding baik eksterior maupun interior adalah berwarna putih.
Eksterior Museum Bahari
Interior Museum Bahari
e)      Kolom
Pada Museum Bahari ini menggunakan kolom yang terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30cm. Kolom kayu kokoh ini membuat kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.
Kolom yang terbuat dari kayu
f)       Plafond
Pada Museum Bahari hampir seluruh konstruksinya memakai kayu, terdapat pada bagian kolom dan balok yang menopang lantai 2 dan 3. Penutup lantai pada lantai 2 dan 3 juga memakai konstruksi kayu panel, dan tidak adanya penutup plafond sehingga bisa dikatakan bahwa kayu panel yang digunakan sebagai penutup lantai di lantai 2 dan 3 juga berperan sebagai plafond pada lantai di bawahnya. 
Plafond pada Museum Bahari
g)      Elemen hard material
Pada bagian entrance (pintu masuk) terdapat sepasang jangkar kapal. Jangkar ini lumayan besar setinggi ±80cm dan berwarna hitam. Jangkar ini sebagai penanda bahwa di dalam bangunan ini terdapat menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia.
Terdapat sepasang jangkar pada bagian entrance



Sumber :

Soewarno, Nurtati, dkk, Perkembangan Langgam Arsitektur Pada Bangunan Konservasi, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar