BAB III
GAMBARAN KAWASAN
|
Lokasi Museum Bahari dilihat dari peta |
Museum
Bahari terletak di Jl. Pasar Ikan. Museum ini berbatasan dengan :
Sebelah
utara : Rumah warga
Sebelah
timur : Rumah warga dan warung perniagaan
Sebelah
selatan : Pasar dan Menara Syahbandar
Sebelah
barat : Teluk Jakarta
Terlihat
dengan jelas bahwa museum ini di kelilingi oleh rumah warga karena letak dari
museum ini yang menjorok ke dalam. Area terbuka sangat kurang pada kawasan ini
sehingga membuat suhu menjadi panas karena didukung juga oleh jalan raya yang
tidak jauh dari lokasi bangunan.
|
Unit bangunan pada Museum Bahari |
Museum Bahari memiliki luas tanah sekitar 9.000 m2 dan luas
bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini terdiri dari 4 unit
bangunan, bangunan 1 sebagai museum, lobby, toilet dan musholla, bangunan 2
sebagai museum, bangunan 3 sebagai museum, dan bangunan 4 sebagai kantor dan hall.
Museum
Bahari menyimpan 126 koleksi benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan
perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang
terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur. Juga peralatan yang
digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti alat navigasi, jangkar, teropong,
model mercusuar dan meriam.
Museum
Bahari juga menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di
perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional
masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi
kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan
kapal KPM Batavia - Amsterdam.
Jumlah
koleksinya sekitar 1835 buah. Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi
terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
a. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi
yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.
b. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi
yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
c. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional.
Koleksi
yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
d. Ruang Biota Laut.
Koleksi
yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut,
dan dugong.
e. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan
Dunia).
Koleksi
yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan
kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk
meriam, keramik, dan benteng.
f. Ruang Navigasi.
Koleksi
yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu
navigasi.
g. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa.
Koleksi
yang dipamerkan : foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal
uap pertama
dari Eropa ke Asia.
Langgam
Museum
Bahari menggunakan ciri khas bangunan kolonial Belanda, gaya The Empire Style (khas
Eropa) merupakan gaya yang dipakai pada masa itu untuk menunjukan eksistensinya
di daerah kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim di Indonesia berbeda dengan
iklim di Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini ditambahkan atap pelana.
Penambahan atap ini akhirnya membuat suatu gaya arsitek baru yang dikenal
dengan gaya Hindi Belanda.
Gaya
arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang
melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara
bebas. Di Indonesia gayanya menghasilkan gaya baru yang disebut gaya Hindia
Belanda (Indonesia) artinya bergaya kolonial namun disesuaikan dengan
lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary
dalam Handinoto, 1996: 132).
Ciri-cirinya antara lain denah yang simetris,
satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini
diantaranya : terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat
serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari
gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang
menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan
belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada
bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).
Gaya ini dapat pula ditemukan pada Museum Bahari, berikut ulasannya :
a) Atap
Atap pelana merupakan
gaya arsitektural yang cocok untuk bangunan beriklim tropis dengan curah hujan
yang tinggi. Sehingga gaya arsitek tropis pada atap pelana dipakai sebagai
struktur atap bangunan kawasan ini. Pada atap juga terdapat bagian yang tercoak
(seperti terpotong) dan membentuk suatu atap baru yang agak menjorok, atap ini mencerminkan
gaya bangunan koloni.
|
Atap bangunan yang berbentuk pelana dan pada bagian tertentu terdapat sisi yang mencoak |
b) Pintu
Pintu yang digunakan
berbentuk 'dome' dan terbuat dari kayu jati dan kusennya terbuat dari batu.
Elemen lengkung 'arch' sangat menonjolkan bangunan khas Eropa pada saat itu.
Hampir seluruh pintu yang terdapat pada museum ini berbentuk 'dome'.
|
Pintu yang berbentuk 'dome' |
c) Jendela
Daun jendela terbuat
dari kayu jati dan pegangannya terbuat dari besi. Terdapat juga teralis yang
terbuat dari kayu. Jumlah dan letak jendela yang berirama statis dan pendek-pendek
mencerminkan gaya Eropa klasik.
|
Jumlah dan letak jendela pada Museum Bahari yang statis dan pendek-pendek |
d) Dinding
Dinding pada Museum
Bahari memiliki hingga 20 cm. seluruh warna pada dinding baik eksterior maupun
interior adalah berwarna putih.
|
Eksterior Museum Bahari |
|
Interior Museum Bahari |
e) Kolom
Pada Museum Bahari ini
menggunakan kolom yang terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30cm. Kolom
kayu kokoh ini membuat kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.
|
Kolom yang terbuat dari kayu |
f) Plafond
Pada Museum Bahari
hampir seluruh konstruksinya memakai kayu, terdapat pada bagian kolom dan balok
yang menopang lantai 2 dan 3. Penutup lantai pada lantai 2 dan 3 juga memakai
konstruksi kayu panel, dan tidak adanya penutup plafond sehingga bisa dikatakan
bahwa kayu panel yang digunakan sebagai penutup lantai di lantai 2 dan 3 juga
berperan sebagai plafond pada lantai di bawahnya.
|
Plafond pada Museum Bahari |
g) Elemen
hard material
Pada bagian entrance (pintu masuk)
terdapat sepasang jangkar kapal. Jangkar ini lumayan besar setinggi ±80cm dan
berwarna hitam. Jangkar ini sebagai penanda bahwa di dalam bangunan ini
terdapat menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan
bangsa Indonesia.
|
Terdapat sepasang jangkar pada bagian entrance |
Sumber :
Soewarno, Nurtati, dkk, Perkembangan Langgam Arsitektur Pada Bangunan
Konservasi, Surabaya